Senin, 09 November 2015
Tanda Tanya : Masih Pentingkah Kita Berbeda ?
" Manusia tidak hidup sendirian di dunia ini. Tapi dijalan setapaknya masing masing. Tiap manusia berjalan sendirian. Berjalan, berlari, dan sesekali berhenti. Semua jalan setapak itu berbeda beda namun menuju ke arah yang sama. Mencari suatu hal yang sama dengan satu tujuan yang sama. Semakin dekat ketujuan, manusia semakin menyadari bahwa disepanjang jalan setapak yang sudah dilewatinya ia takkan pernah benar benar sendiri. Manusia selalu bersama apa yang dia cari, bersama tujuannya yaitu Tuhan. "
Kalimat diatas dikutip dari salah satu scene dalam film berjudul " Tanda Tanya " karya Hanung Bramantyo. Film ini mengajarkan mengenai indahnya toleransi antar umat beragama dalam kehidupan. Dalam film mencoba mengajarkan pada masyarakat bahwa meskipun berbeda beda namun perbedaan itu mengarah pada tujuan yang sama, yaitu Tuhan.
Renungan saya setelah melihat film ini adalah bahwa agama itu merupakan privasi setiap orang. Setiap orang bebas memilih agamanya sendiri, sesuai dengan kemantapan hati masing masing. Ada bagian dalam film ini yang mengisahkan Rika, seorang Janda yang awalnya beragama muslim namun memilih pindah ke agama Katolik, karena dia merasa bahwa Tuhan Yesus bisa menyembuhkan luka batinnya. Rika yang ingin menjadi katolik pun harus mengikuti pelajaran sebelum dibaptis ( katekumen). Dalam suatu sesi dimana Romo meminta setiap orang untuk menuliskan makna Tuhan Yesus dalam hidupnya, Rika pun mengalami kesulitan. Akhirnya Ia menjawab pengertian Tuhan menurut ajaran saudara kita yang beragama muslim, antara lain Al-Hafizh - Maha Memelihara; Al-'Aliyy - Maha Tinggi; Al - Kabir - Maha Besar. Romo pun tidak mempermasalahkannya karena memang meskipun " jalannya " berbeda namun setiap agama menuju tujuan yang sama yaitu Tuhan. Meskipun Rika pindah agama Katolik, ia mendidik anaknya menurut ajaran Muslim. Sekali lagi ini hendak menunjukan bahwa apapun iman kita, kita mengarah pada tujuan yang sama.
Dari kalimat yang saya kutip di alinea pertama, saya mencoba merenungkan dan memahami arti dari kutipan diatas. Kita manusia memang berjalan sendirian dalam agama kita masing masing. Terkadang dalam pencarian kita, kita berjalan namun terkadang kita juga berlari dan sesekali berhenti. Kita berjalan ketika kita merasa hidup kita aman aman saja tidak ada gangguan, semua lancar saja. Namun demikian kita terkadang juga berlari untuk mencari jawaban-Nya. Kita berlari ketika dalam hidup ini kita dihadapkan dengan masalah pelik. Kita berlari dengan harapan kita bisa segera menemukan jawaban atas permasalahan kita. Ketika terus berlari, dan tidak menemukan jawaban, kita akan lelah dan sesekali berhenti. Kita berhenti ketika kita mengalami kebingungan, namun justru di saat kita berhenti inilah kita dapat merenungkan karya karya-Nya yang besar dalam hidup kita. Kita semua berjalan di jalan setapak yang berbeda beda, berjalan di keyakinan kita yang berbeda namun arahnya sama, tujuannya sama. Semakin dekat manusia dengan Tuhan, ia akan semakin sadar bahwa sepanjang perjalanan kehidupan beragamanya terdapat orang lain yang juga berjalan di jalan setapak yang berbeda namun tujuannya sama. Jadi perbedaan perbedaan yang ada bukanlah masalah, justru dari perbedaan itu akan semakin merekatkan persaudaraan antar umat beragama.
Film ini juga mengajarkan mengenai toleransi antar umat beragama. Dalam film dikisahkan bahwa Tan Kat Sun, pemilik restoran Chinese Food sangat menghargai toleransi antar umat beragama. Ia memberi waktu bagi karyawannya yang beragama muslin untuk beribadah, serta memberi waktu libur 5 hari bagi karyawannya untuk merayakan Idul Fitri. Ia juga memisahkan peralatan memasaknya menjadi 2 bagian, yang satu digunakan untuk memasak ayam, dan sapi sedangkan yang satunya untuk memasak babi. Menurut saya ini adalah hal unik yang sepertinya sudah jarang kita temui sekarang.
Hanung Bramantyo juga mengajarkan kepada kita lewat film ini bahwa sebaiknya kita tidak menjadi pemeluk agama yang fanatik. Semua agama dengan cara yang berbeda beda sama sama menuju ke kebenaran. Dalam film ini dikisahkan bahwa Surya, seorang muslim yang bekerja sebagai aktor, seringkali hanya mendapat peran penjahat ataupun figuran. Suatu ketika, ia diberi tawaran oleh Rika untuk memerankan Yesus dalam drama Paskah. Awalnya Surya tidak mau menerima tawaran Rika, bahkan Surya pun berpendapat bahwa masuk kegereja saja tidak diperbolehkan menurut imannya. Namun setelah ia berkonsultasi dengan seorang Ustad, ia pun merubah pola pikirnya. Pak Ustad berkata bahwa yang penting adalah hatinya. Meskipun berada di tempat paling berdosa pun asalkan hati kita masih milik Tuhan Allah, tempat dan pekerjaan kita bukanlah masalah.
Akhir kata yang ingin saya tekankan adalah bahwa film ini mengajarkan kepada kita untuk tidak membeda bedakan, semua agama memiliki tujuan yang sama , meskipun jalan setapaknya berbeda. Kita juga harus menerapkan toleransi antar umat beragama serta menjadi pemeluk agama yang tidak fanatik , memandang bahwa agamanyalah yang paling benar.
Tulisan ini dibuat untuk tugas religiusitas dengan pengampu Bapak Gregorius Daru. Raimund Edwin 14.D1.0222
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar